PT KP PRESS - Nilai tukar rupiah masih dalam tekanan di sepanjang tahun ini. Pasalnya, pergerakan mata uang Garuda ini secara tren cenderung melemah. Rupiah pun ditutup di level Rp 14.357 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Rabu (2/2).Jika dibandingkan posisi pada 3 Januari, kala itu rupiah berada di Rp 14.266 per dolar AS, maka rupiah telah terkoreksi 0,64%.
KONTAK PERKASA FUTURES - Ke depan, rupiah pun diperkirakan masih akan dibayangi berbagai sentimen negatif. Salah satu yang paling utama adalah kelanjutan soal tapering serta rencana kenaikan suku bunga acuan Federal Reserve pada Maret mendatang. PT KONTAK PERKASA - Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menambahkan, selain sentimen tersebut, masih terdapat katalis negatif lain yang berpotensi membebani rupiah ke depan. Salah satunya adalah terus merangkak naiknya harga minyak dunia. Pemicunya adalah permintaan yang meningkat dan tidak diiringi dengan pasokan, serta ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina. PT KONTAKPERKASA FUTURES - Ia menjelaskan, impor minyak Indonesia cukup signifikan. Alhasil, jika sampai harga minyak makin tinggi, maka dapat memberikan efek domino. Selain beban impor yang naik, anggaran pemerintah untuk subsidi BBM juga akan meningkat yang artinya bisa berdampak negatif pada kondisi makro Indonesia dan rupiah. “Tapi, selama harga minyak masih di kisaran US$ 75-US$ 90 per barel maka masih akan kondusif. Jadi harga minyak ini seperti wildcard untuk pergerakan rupiah ke depan, selain soal tapering dan rencana kenaikan suku bunga The Fed,” ujar David ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/2). Sekalipun harga minyak naik tajam dan ada kenaikan suku bunga, David meyakini rupiah tidak akan melemah terlalu tajam. Menurutnya, saat ini likuiditas valas di Indonesia masih cukup berlimpah karena inflow di pasar saham masih terus terjadi, walaupun ada outflow di pasar obligasi. Terlebih lagi, data neraca perdagangan Indonesia masih surplus. Ia bilang, hal ini jadi modal berharga bagi Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah. Ditopang dengan cadangan devisa yang besar, menurutnya BI bisa melakukan triple intervention di pasar spot, NDF, dan obligasi. Belum lagi, harga komoditas juga masih tinggi sejauh ini, yang artinya membuat surplus di trade balance masih akan tetap positif. “Secara fundamental rupiah itu di Rp 14.400 - Rp 14.600 per dolar AS untuk tahun ini, jadi ke depan seharusnya tidak akan ada pelemahan yang berarti,” imbuh David. Dari sisi katalis positif, David meyakini aliran dana asing yang masuk ke pasar saham bisa jadi sentimen positif untuk rupiah. Terlebih lagi jika inflow juga mulai terjadi di pasar obligasi, maka rupiah seharusnya bisa lebih stabil. Kedua, harga komoditas yang masih tetap tinggi diharapkan bisa menjaga surplus neraca perdagangan Indonesia ke depan. Ketiga, adanya foreign direct investment (FDI) yang signifikan. “Sejauh ini, penghambat FDI itu kan UU Cipta Kerja yang belum rampung revisinya, kami mengekspektasikan revisinya akan rampung di kuartal III-2022. Jika bisa terealisasi, FDI akan mengalir dan ini sangat baik untuk rupiah nantinya,” pungkas David. Sumber : PT KP Press
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
AuthorKontak Perkasa Bandung Archives
February 2022
|